Kamis, 21 November 2013

SEJARAH & KEBUDAYAAN TEMPAT TINGGALKU


SEJARAH KAMPUNG SINGARAJA


Berawal dari Raja Buleleng, ketika itu I Gusti Panji Sakti bersama dengan Taruna Goaknya membantu Raja Blambangan berperang melawan Kerajaan Mataram dibawah pimpinanan Raja Mataram Pakubuwono I sekitar tahun 1639 masehi. Putra I Gusti Panji Sakti yang bernama I Gusti Panji Danu Resta yang dikirim pertama membantu Pangeran Mas untuk merebut tahta Kerajaan Mataran dari saudaranya Sultan Agung, terbunuh dalam perang itu. Dengan kekuatan pasukan goaknya I Gusti Panji Sakti akhirnya mampu mengalahkan Raja Pakubuwono I, Raja Mataram saat itu. Disinilah ada perjanjian, diantaranya Raja Buleleng, diberi gelar Anglurah Panji Sakti dan seekor gajah dengan tiga orang pawangnya serta 800 laskar dari Blambangan sebagai pengganti kerugian.
Setelah di Buleleng, Raja menempatkan 800 laskar dari Blambangan di daerah Pegayaman penjaga perbatasan Buleleng dari Kerajaan lain. Sementara seekor gajah dikandangkan di Banjar Peguyangan, kemudian ketiga pawangnya menempati daerah Banjar Jawa sekarang. Dari sinilah Nurul Mubin, mantan Patih Kerajaan Sukasada berniat menyerang Kerajaan Buleleng, Nurul Mubin mempunyai peran penting, sehingga Raja Sukasada takluk dibawah Kerajaan Buleleng. Diceritakan semua panjak dari Sukasada kebal senjata, rajanya berniat menyerang Kerajaan Buleleng. Kabar ini didengar oleh Raja Buleleng, sehingga raja memerintahkan Nurul Mubin yang ada di Pegayaman untuk mencari tahu kelemahan dari kekebalan panjak Kerajaan Sukasada. Lewat mengotori air yang dipakai sehari-hari oleh panjak Kerajaan Sukasada, yang kebetulan bersumber di daerah Pegayaman oleh Nurul Mubin, hilanglah kekebalan panjak Kerajaan Sukasada. Maka Kerajaan Sukasada takluk dibawah Kerajaan Buleleng.
Pengabdian lainnya ditunjukkan ketika menggempur Kerajaan Mengwi sekitar tahun 1711 Masehi, karena pinangan Raja I Gusti Panji Sakti untuk mengawini I Gusti Ayu Rai adik Raja Mengwi ditolak mentah-mentah oleh Raja Mengwi I Gusti Ngurah Agung. Atas penolakan itu I Gusti Panji Sakti murka, lantas mengerahkan semua Laskar Goaknya menyeraang Kerajaan Mengwi. Sebagai pelopor penyerangan itu adalah Laskar Blambangan yang ada di Pegayaman, dibawah pimpinan Nurul Mubin. Dikisahkan Kerajaan Mengwi kalah dan menerima pinangan dari Kerajaan Buleleng.
Atas jasa-jasanya itulah, Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti meminta anak Nurul Mubin, Muhammad Ali diajak memarek (mengabdi) di Puri Buleleng, dan ditempatkan disebelah timur Puri Buleleng yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Islam (bagian dari kelurahan kampung Singaraja). Di tempat inilah Nurul Mubin dan putranya Muhammad Ali bin Nurul Mubin mengembangkan ajaran Islam dengan menggunakan tempat tinggalnya yang berbentuk Joglo untuk kegiatan sembahyang (sholat). Akhirnya tahun berganti tahun, oleh keturunannya mulai direnovasi hingga kini menjadi masjid Nurul Mubin yang didirikan sekitar ± 1725 Masehi.

KEBUDAYAAN KAMPUNG SINGARAJA


Sejak disebarkannya ajaran Islam di Kampung Singaraja yang khususnya di Kampung Islam timbullah Kebudayaan seperti Hadrah yang sering dibawakan saat penyambutan tamu dan hingga sekarang adrah sering digunakan untuk acara pernikahan. Disamping itu adapun budaya Pencak Silat yang biasanya di lakukan pada saat Hari Raya Besar Maulid Nabi Muhammad saw. dan hingga saat ini Pencak Silat dan Hadrah di Kampung Islam masih berjalan dengan lancar hingga terkenal dikalangan masyarakat umum seperti masyarakat yang ada di Pegayaman dan bahkan sampai ke Desa Tegal Linggah yang terletak di Kecamatan Sukasada. Terkadang juga Hadrah serta Pencak Silat yang ada di Kampung Islam ini sering di undang untuk acara menyambut Hari Raya Maulid Nabi Muhammad saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar