SEJARAH KAMPUNG SINGARAJA
Berawal dari Raja Buleleng, ketika itu I Gusti Panji Sakti
bersama dengan Taruna Goaknya membantu Raja Blambangan berperang melawan
Kerajaan Mataram dibawah pimpinanan Raja Mataram Pakubuwono I sekitar tahun
1639 masehi. Putra I Gusti Panji Sakti yang bernama I Gusti Panji Danu Resta
yang dikirim pertama membantu Pangeran Mas untuk merebut tahta Kerajaan Mataran
dari saudaranya Sultan Agung, terbunuh dalam perang itu. Dengan kekuatan
pasukan goaknya I Gusti Panji Sakti akhirnya mampu mengalahkan Raja Pakubuwono
I, Raja Mataram saat itu. Disinilah ada perjanjian, diantaranya Raja Buleleng,
diberi gelar Anglurah Panji Sakti dan seekor gajah dengan tiga orang pawangnya
serta 800 laskar dari Blambangan sebagai pengganti kerugian.
Setelah di Buleleng, Raja menempatkan 800 laskar dari
Blambangan di daerah Pegayaman penjaga perbatasan Buleleng dari Kerajaan lain.
Sementara seekor gajah dikandangkan di Banjar Peguyangan, kemudian ketiga
pawangnya menempati daerah Banjar Jawa sekarang. Dari sinilah Nurul Mubin, mantan
Patih Kerajaan Sukasada berniat menyerang Kerajaan Buleleng, Nurul Mubin mempunyai
peran penting, sehingga Raja Sukasada takluk dibawah Kerajaan Buleleng.
Diceritakan semua panjak dari Sukasada kebal senjata, rajanya berniat menyerang
Kerajaan Buleleng. Kabar ini didengar oleh Raja Buleleng, sehingga raja
memerintahkan Nurul Mubin yang ada di Pegayaman untuk mencari tahu kelemahan
dari kekebalan panjak Kerajaan Sukasada. Lewat mengotori air yang dipakai sehari-hari
oleh panjak Kerajaan Sukasada, yang kebetulan bersumber di daerah Pegayaman
oleh Nurul Mubin, hilanglah kekebalan panjak Kerajaan Sukasada. Maka Kerajaan
Sukasada takluk dibawah Kerajaan Buleleng.
Pengabdian lainnya ditunjukkan ketika menggempur Kerajaan Mengwi
sekitar tahun 1711 Masehi, karena pinangan Raja I Gusti Panji Sakti untuk
mengawini I Gusti Ayu Rai adik Raja Mengwi ditolak mentah-mentah oleh Raja
Mengwi I Gusti Ngurah Agung. Atas penolakan itu I Gusti Panji Sakti murka,
lantas mengerahkan semua Laskar Goaknya menyeraang Kerajaan Mengwi. Sebagai
pelopor penyerangan itu adalah Laskar Blambangan yang ada di Pegayaman, dibawah
pimpinan Nurul Mubin. Dikisahkan Kerajaan Mengwi kalah dan menerima pinangan
dari Kerajaan Buleleng.
Atas jasa-jasanya itulah, Raja Buleleng I Gusti Panji Sakti
meminta anak Nurul Mubin, Muhammad Ali diajak memarek (mengabdi) di Puri Buleleng,
dan ditempatkan disebelah timur Puri Buleleng yang sekarang dikenal dengan nama
Kampung Islam (bagian dari kelurahan kampung Singaraja). Di tempat inilah Nurul
Mubin dan putranya Muhammad Ali bin Nurul Mubin mengembangkan ajaran Islam
dengan menggunakan tempat tinggalnya yang berbentuk Joglo untuk kegiatan
sembahyang (sholat). Akhirnya tahun berganti tahun, oleh keturunannya mulai
direnovasi hingga kini menjadi masjid Nurul Mubin yang didirikan sekitar ± 1725
Masehi.
KEBUDAYAAN KAMPUNG SINGARAJA
Sejak disebarkannya ajaran Islam di Kampung Singaraja yang
khususnya di Kampung Islam timbullah Kebudayaan seperti Hadrah yang
sering dibawakan saat penyambutan tamu dan hingga sekarang adrah sering
digunakan untuk acara pernikahan. Disamping itu adapun budaya Pencak Silat yang
biasanya di lakukan pada saat Hari Raya Besar Maulid Nabi Muhammad saw. dan hingga
saat ini Pencak Silat dan Hadrah di Kampung Islam masih berjalan dengan lancar
hingga terkenal dikalangan masyarakat umum seperti masyarakat yang ada di
Pegayaman dan bahkan sampai ke Desa Tegal Linggah yang terletak di Kecamatan
Sukasada. Terkadang juga Hadrah serta Pencak Silat yang ada di Kampung Islam
ini sering di undang untuk acara menyambut Hari Raya Maulid Nabi Muhammad saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar